Listen


MusicPlaylistView Profile
Create a playlist at MixPod.com
Sunday, October 9, 2011

Musim Gugur di Hatiku (Part 3)

Malam itu berbeda dengan malam lainnya, malam milik kami, begitu indah. Pagi hari aku terbangun, sendirian, aku tak menemukan Angin di sisiku lagi. Aku tak tahu kemana alam memerintahkan dia pergi. Ku dengar riak dedaunan. Itukah nyanyianmu Angin? Indah sekali. Tetapi aku tidak melihat sosok dirinya.

Sore hari, aku sedang menyaksikan keindahan langit senja, sendirian. Inilah langit favorit kami. Kami selalu menghabiskan waktu berdua menikmati langit temaram. Terkadang Angin bercerita bagaimana tentang keajaiban langit, bagaimana eksotisnya muka bumi dari angkasa dan bagaimana asiknya memiliki kekuatan untuk terbang menjelajahi dunia. Ah, enak sekali rasanya!

Ingin saja sehari aku bertukar raga dengannya. Tetapi ada 2 pertanyaan umum selalu memupus harapanku; pertama, apakah aku mempunyai jiwa? Kedua apakah Angin mempunyai raga? Sederet pertanyaan yang menyakitkan karena mata kami semakin terbuka, kami merasa seperti ditelanjangi, malu melihat kebodohan kami. Kami dua makhluk yang sangat berbeda, tak ada relefansi diantara kami.

Hanya cinta kami yang menjadi relefansi.

"Alasan klasik!" Kata orang-orang menertawakan kenaifan kami.

Tetapi bagaimana lagi, karena kenaifan kami adalah kebenaran.

"Aku ingin menjadi seperti dirimu, Angin, agar kita bisa bersatu selamanya. Dan aku tahu apa yang bisa kita lakukan."

"Hahahahaha... Ada saja ide yang dipikirkan kepala kecilmu ini", balasnya sambil berhembus lembut mengayun-ayunkan tubuhku.

"Aku serius Angin."

"Tidak Dandelion, tidak mungkin bisa, aku hanya jiwa tanpa raga sedangkan kau..."

"AKU SUDAH TAU!! Berhentilah mendikteku dengan ucapan dan stigma benda biotik dan abiotik itu! Sekarang, lakukan saja sebisamu."

"Apa? Apa yang bisa aku lakukan?"

"Caranya mudah..."

Angin terdiam seperti menunggu jawabanku selanjutnya.

"Hancurkan diriku!"

Aku melihat mata Angin terbelalak lebar, kanget setengah mati mendengar permintaan sederhanaku.

"Tidak Dandelion, aku tidak akan merusak keindahanmu."

"Ku mohon Angin, lakukanlah, aku yakin ini pasti berhasil."

"jika ini tidak berhasil?" Tanya Angin mencoba menggoyahkan keyakinanku.

"Ya sudah, aku akan memulai kisah baru."

Dengan penuh keraguan Angin berusaha meyakinkan dirinya pula. Ia berusaha apapun alasannya ia tidak akan pernah merusak keindah Dandelion. Tetapi kali ini dia dihadapi 2 dilema, antara mencoba ide gila itu atau membiarkan segalanya.

Keputusan bulat pun diambil.

"Baiklah Dandelion, tetapi sebelumnya, maafkan aku jika semua ini tidak berhasil"
Aku tersenyum padanya, berusaha meyakinkan dirinya bahwa aku sudah siap.

"Fuufh........" Dengan satu hembusan keras, Angin melontarkan tubuhku, aku tercabik-cabik menjadi helaian bulu-bulu halus. Angin merengkuh seluruh tubuhku.
Sekarang aku adalah bulu-bulu Dandelion yang terbang dibawa pusaran angin.

Memang tubuhku sudah tercabik, molekul tubuhku tak bersatu lagi, tetapi aku masih bisa merasakan kehidupan mengalir dalam tubuhku, aku seperti memiliki jiwa dan.... LIHAT! Aku sudah bisa terbang!! Ragaku melayang dalam dekapan jiwa Angin. Kami terbang bersama menikmati keindahan hutan musim gugur.

"Angin, terimakasih, kareka kau telah menjadi jiwa yang tangguh bagi ragaku yang rapuh ini."

"Sama-sama Dandelionku sayang, tetapi aku lebih berterimakasih lagi, karena kau memberi tumpangan bagi jiwaku di dalam ragamu yang lembut ini."

Kami menghabiskan hari-hari kami dengan terbang, menelusuri langit dan setiap sudut bumi.

0 comments:

Post a Comment

 
;