Listen


MusicPlaylistView Profile
Create a playlist at MixPod.com
Monday, October 10, 2011

Jangan Biarkan Cahayamu Redup (Part 2)

Aku terus mengikuti mu ke dalam cahaya itu, kau tetap terfokus pada sesuatu tak terlihat di ujung cahaya putih ini sementara aku terfokus pada dirimu, apa yang ingin kau raih. Kita terus berjalan, berjalan tanpa arah. Aku tidak tahu apakah dirimu sadar akan hadirku. Ku beranikan diri memanggil dirimu

"Hei.... Mulia, ke mana kamu akan pergi?"
Kau memelankan langkahmu, tetapi kau tidak berhenti. Apa sih mau mu? Aku berjalan lebih cepat, sedikit mendekati dirimu lagi.

"Mulia, apa yang kamu cari di dalam cahaya ini? Bahkan kau tidak tahu arah mana yang kau tuju!"
Tetapi kau tetap diam, geram rasanya berbicara denganmu. Kau terus melangkah, tak acuh pada hadirku. Aku tidak bisa tinggal diam, aku berjalan lebih-lebih cepat lagi dan berhasil meraih dirimu, kutarik lenganmu hingga kau berhenti berjalan.

Tubuhmu bergeming, pandanganmu tetap lurus ke depan seolah tak ada aku di hadapanmu. Setelah sekian lama, rasanya baru kali ini aku kembali berdiri di hadapanmu, baru kusadari ternyata tinggimu juga sudah bertambah, semakin tinggi meninggalkan tubuh kecilku. Kuberanikan diri menatap wajahmu, matamu berkilau, tetapi keras seperti batu, bibirmu, tetap sama, merah merona, tetapi aku tidak menemukan segaris senyuman di sana.

Ku tarik wajahmu lembut dekat dengan wajahku. Aku masih mendengar hembusan napas menderu dari hidungmu, puji Tuhan kau masih hidup, lalu ku tatap matamu dalam-dalam....

Aku kecewa.

Aku tidak menemukan cahaya di dalam sana. Ke mana cahaya hidupmu? Mengapa kau matikan cahaya itu?

"Mulia... Ke mana cahaya itu?"
Kau tetap diam tak merespon. Ku tatap matamu lebih dalam lagi, berharap masih menemukan seberkas cahaya di dalam sana. Aku merasa iba, lagi-lagi tidak ku temukan cahaya itu, ku belai lembut pipimu, matamu yang keras perlahan-lahan melembut.

"Mulia.... Ke mana cahaya itu?"
Sekali lagi kutanyakan padamu, berharap kau memberi jawaban.

Aku tidak mendapat jawaban, tetapi aku lihat butiran intan berjatuhan dari bola matamu. Ku siapkan jari-jari tanganku untuk menghapus tiap butir intan itu, aku takut butiran intan itu melukai wajahmu.

"Mulia.... Apa yang terjadi? Ada apa denganmu? Ke mana kah sumber cahaya itu? Aku tidak melihatnya di sana."
Mulia hanya menggeleng. Matanya menatap ke dalam mataku yang mulai basah. Kedua ibu jarimu yang besar menghapus air mataku dengan lembut.

"Mulia... Ke mana kah sumber cahaya itu?"

Kau mencengkram pundakku dengan lembut, matamu terus menatap ke dalam mataku.

"Sumber itu sudah kembali," jawabmu singkat, matamu tetap awas menatapku, tanganmu membelai lembut rambutku dan kau.... TERSENYUM!! Astaga, setelah sekian lama, akhirnya aku kembali melihat senyumanmu!!

"Jangan bawa cahayamu sendiri, aku membutuhkanmu, Pelita." Ucapmu padaku sambil mengembangkan senyum terbaik yang kau miliki, senyuman favoritku.

Sekarang aku mengerti.

0 comments:

Post a Comment

 
;