Listen


MusicPlaylistView Profile
Create a playlist at MixPod.com
Friday, October 22, 2010 0 comments

Mengenal Beliau dan Merefleksikan Diri

Post ini gw dedikasikan bagi teman-teman bahasa

"You never give my cup of coffee to fill full your emptiness"
(Sally, The Porcelain Cup : 2010)

Sepenggal monolog di atas dapat menggambarkan situasi yang dialami oleh kita, pagi-siang hari ini.
Seharusnya pagi ini kita bisa pulang pukul 09.15 untuk meneruskan istirahat kita setelah kemarin malam kita telah mementaskan drama The Porcelain Cup dalam English Evening. Jujur aja, semalam gw ga bisa tidur nyenyak, badan gw pegel-pegel dan kepala gw berat karena udah sekitar 1 bulan gw dan temen-temen latihan ekstra untuk persiapan pentas English Evening tanggal 21 Oktober 2010 lalu. Tetapi gw sangat bersyukur, gw puas dan gw rasa usaha gw udah terbayar karena performance kita berhasil. Hujan gak turun saat kita performance, kita (para pemain) bisa menikmati peran kita dalam pentas ini, kesalahan dialog sempat terjadi di satu scene, tetapi untung saja itu semua bisa di atasi. Intinya kemarin kita berhasil bermain dengan baik, semua penonton kelihatan terhibur, kecuali satu.

Ya... Pagi-siang ini kita bertemu dengan beliau, orang yang tidak terhibur.
"Saya keras kepada kalian", pembukaan yang mantap dari beliau.
Beliau menghargai usaha kita, tetapi beliau tidak bisa menghargai performance kita, beliau sangat kecewa dengan kita. Pertama, beliau merasa tidak di undang karena beliau tidak mendapat tiket (yang menurut beliau sebagai undangan resmi), kita yang masih amatir menggunakan tiket sebagai pembatas kapasitas penonton(siswa dan orang luar) sementara beliau, guru-guru, karyawan dan orang-orang yayasan tidak kita beri tiket karena mereka bisa bebas masuk tanpa tiket. Karena perbedaan pandangan ini terjadi satu kesalah pahaman. Kedua, terjadi kesalah pahaman antara kepala sekolah dengan penerima tamu, hanya karena sebuah joke kecil, penerima tamu itu berkata no tiket no enter-enter kepada kepala sekolah, sedangkan itu maksudnya hanya bercanda, padahal kepala sekolah bisa saja masuk tanpa tiket, tetapi karena kepala sekolah kita mengikuti aturan main yang ada, beliau merasa tanpa tiket beliau tidak boleh masuk untuk menikmati pertunjukan, padahal beliau diberi spesialisasi untuk mendatangi acara ini tanpa tiket.

Kedua masalah itu yang menjadi pemicu amarah beliau pada kita, karena management kita sangat buruk. Amarah beliau semakin merembet saat mengingatkan penutupan acara yang tidak sempurna, karena beberapa nama tanpa disengaja tidak disebutkan, beliau menganggap kita sebagai anak yang tidak tahu terimakasih. Bukan hanya itu, beliau juga tidak bisa menikmati acara ini karena beliau tidak bisa mengeti jalan cerita pertunjukan kita, entah karena suara pemain yang kurang terdengar hingga kursi beliau di belakang aula atau karena pronounce-cation yang kurang jelas, tetapi menurut gw jalan cerita drama ini sudah jelas. Semakin kebelakang amarah beliau semakin merembet kemana-mana.

Karena keteledoran dan persiapan yang kurang matang ini beliau tidak mengizinkan adanya English Evening Language Class untuk tahun depan. Jujur saja, sebenernya gw kecewa banget, bisa dibilang itu impian kelas bahasa angkatan kita, kita tahu tujuan kita mengadakan acara ini, kita ingin mengangkat prestige anak-anak bahasa yang selama ini dipandang sebelah mata oleh orang-orang diluar sana, kita tidak bermaksud untuk menunjukan aroganisme kita (walaupun tanpa disadari ataupun disadari sifat arogan itu ada dalam proses ini), kita hanya mencoba kesempatan yang telah di beri beliau, tetapi ternyata akhirnya beliau malah sangat kecewa dan tidak akan menyetujui segala bentuk English Evening kelas bahasa untuk tahun depan.

Gw inget banget saat kakak-kakak kelas kita mencoba menjelaskan bahwa performance ini adalah nilai jual kita untuk menarik minat banyak orang untuk memilih kelas bahasa, terutama minat para orang tua murid yang suka memandang rendah kelas bahasa, tetapi beliau dengan tegas menyatakan hal yang intinya, "kalau kamu tidak mau di pandang seperti itu, kamu harus bisa tunjukan kamu memang pantas dan bisa hebat sebagai anak bahasa". Beliau mengakui kita anak-anak bahasa adalah anak-anak yang hebat, yang santai, tetapi beliau tidak setuju dengan cara kita mengangkat prestige kita, "kalau kita ingin prestige kita terangkat, kita harus bisa bersaing dengan anak-anak lain." Karena itu beliau ingin ada performance English Evening yang sesungguhnya yang akan dirintis mulai tahun depan yang melibatkan semua anak. Gw kecewa, karena performance itu sepertinya baru akan di jalankan saat kita sudah lulus, tetapi gw merasa tidaklah menjadi masalah karena secara langsung acara kita telah menginspirasi beliau untuk mengadakan acara yang besar.

Sebenarnya gw setuju dalam hal ini dengan beliau, tetapi ada teman-teman yang terlanjur kalut, memandang buruk semua perkataan beliau, ada yang sudah pesimis tidak bisa tampil dengan baik karena takut kalah bersaing dengan anak-anak lain. Mungkin ini karena cara beliau mendorong kita yang terlihat sangat menekan kita, beliau sendiri sudah mengatakan, "terserah kalian memandang perkataan saya sebagai penekan yang mengubur kalian, tetapi saya tidak bermaksud seperti itu, saya mencoba mendorong kalian." Jadi untuk apa kita takut dan pesimis? Jika kita mau, kita punya seribu cara untuk mengangkat prestige kita, cara yang hanya anak kelas bahasa yang bisa :)

Beliau juga mengingatkan kita untuk tidak mengurusi pemikiran orang-orang diluar sana tentang kelas bahasa yang A yang B, tentang pemikiran orang tua murid yang selalu menekan anak-anak mereka yang mau masuk kelas bahasa, biar itu menjadi urusan mereka, "jangan menggeneralisir pemikiran orang-orang tentang kamu", ucap beliau, meyakinkan kita agar tidak perlu repot-repot membuang waktu, tenaga dan uang kita untuk hal yang menurut beliau seharusnya tidak perlu. Sebenarnya beliau tidak akan setengah-setengah mengadakan sebuah pertunjukan, beliau akan mengadakan audisi besar-besaran, memberi tenaga-tenaga ahli dan auditorium, tempat yang pantas untuk mengadakan pertunjukan-pertunjukan besar yang bisa di tonton semua orang, yang pasti pertunjukan yang beliau setujui. Tetapi gw kurang setuju, memang auditorium itu adalah milik beliau, hanya hal-hal tertentu yang boleh menggunakan auditorium ini. Tetapi secara tidak langsung beliau menekan kereativitas kita, apa yang tidak disetujui beliau tidak boleh dilanggar.

Jujur setelah mendapat berbagai omelan, makian, pekikan, kata-kata yang menyayat hati, gw bingung apa yang gw rasain terhadap beliau, kadang gw setuju saat beliau berkata ini-itu yang meyakinkan gw dalam banyak hal, tetapi gw mulai ga setuju saat ego gw sebagai remaja muncul. Ego yang menurut gw sulit untuk dihilangkan di antara kita adalah keinginan kita untuk membuat performance dengan tangan kita sendiri.

Mengapa gw sebut ini ego? Bukankah selama ini, itu adalah impian dan tujuan kita?

Karena, impian dan tujuan itu adalah ego, nafsu untuk mencapai kepuasan batin yang selama ini kita cari, EKSISTENSI.

Jadi tidak heran, kalau keinginan-keinginan mengenai performance yang ingin kita kembangkan sendiri dan yang ingin beliau kembangkan akan terus mengalami benturan, karena keduanya adalah ego yang kuat, ego antara pemimpin besar dan anak-anak muda yang gila dan haus kebebasan, yang penuh kreativitas.

Gw hanya bisa menyimpulkan, beliau ingin kita semua (as a student of school, NOT a section of school) bisa eksis, bisa hebat KARENA kita bisa dan mampu bersaing dengan teman-teman lain di luar bahasa.
Ibarat permainan dalam game Nancy Drew, gw bisa merasa gentle, merasa lebih pintar, merasa berkemenangan dah hebat saat gw berhasil memasuki sebuah ruang rahasia dengan memecahkan berbagai kode numerik, puzzle dan warna dari pada hanya memutar gagang pintu lalu masuk ke dalam ruangan.

Kesimpulan gw yang kedua, beliau akan berani boros demi pertunjukan yang megah, yang penuh persiapan. Kita tinggal berani unjuk bakat lewat audisi dan kalau keterima kita tinggal ikut latihan dan lain-lain. Kita tidak perlu ribet-ribet mengurus ini-itu sendiri, karena gw sadar kita benar-benar masih amatir, kita baru belajar, untuk membuat sebuah pertunjukan yang BESAR yang kita inginkan dan telah kita angan-angani, kita ingin tampil di Gedung Sakral Auditorium, sedangkan untuk pertunjukan semacam itu perlu waktu dan persiapan yang benar-benar matang, jika kita tidak ditangani tenaga ahli, bisa jadi kita hanya membuang waktu, tenaga dan dana. Bagi gw, memang sebaiknya kita yang muda mengalah saja, menarik ego kita, jika sekolah tidak mau menerima saluran ide kita,toh dunia diluar sana masih bisa menerima kita, lihat saja Mav-net, Lensa Kreatif Film, dan perfilman indie lain yang berhasil menunjukan kreativitas mereka diluar sana (tetapi jangan salah mereka masih butuh campur tangan kepala Production House mereka). Lagi pula, tidak buruk dan tidak rugi juga jika kita mengikuti permainan yang beliau tawarkan, mumpung semuanya aman, gratis dan legal.

Kesimpulan yang ketiga,
Untuk tampil eksis, berbeda dan untuk mengangkat prestige kelas bahasa,
masih banyak jalan lain yang bisa kita lalui selain performance yang terlarang ini.
Jangan cuma karena larangan, makian, omelan beliau yang cenderung membuat kita terkubur dari pada terdorong ini membuat kita jadi pesimis, emosi, patah semangat dan benci sama beliau. Sebenarnya salah juga kita sempat mengolok-olok beliau apalagi membenci beliau karena sifat dan cara ia menyampaikan sesuatu dengan kata-kata yang menusuk. Karena itu karakter beliau, karakter yang sudah membatu karang dalam diri beliau, jadi dari pada menambah dosa mengolok-olok dan membenci orang tua, lebih baik kita memakluminya.

"Pokoknya, terus berkarya yang berusaha, gak peduli apa kata orang. Pokoknya slow-woles!"
(Q.Agung, doc.Agung di Balik Layar : 2010)
Friday, October 15, 2010 0 comments

Pelajaran Apa Yang Paling Sulit?

Seharusnya ga ada matapelajaran yang sulit di dunia ini, semuanya bisa kita pelajari dengan baik. Kita udah di karuniai otak, sayang banget kalo otak kita ga bisa di gunain semaksimal mungkin untuk berpikir memecahkan soal-soal logika yang paling rumit sekalipun. Mau bandingin diri sama Einstein? Boleh aja, tapi asal kalian tahu, kalian bisa jadi sama pintarnya atau bahkan lebih pintar dari pada Einstein.
Kenapa?
Apakah kalian punya penyakit disleksia seperti Einstein???
Kalau Einstein aja bisa, kenapa kita tidak.

Tetapi, kenyataan berkata lain, ada satu pelajaran yang paling sulit di pelajari oleh manusia. Apakah itu?
Itu adalah Pelajaran Mengampuni.
Sulit karena kita salah menggunakan instrument.
Kita cenderung menggunakan logika kita untuk mempertimbangkan tindakan yang akan kita ambil.
Logika yang cenderung rigid. A = A gak mungkin A = B atau Awan = Awan gak mungkin Awan = Petir ????
Apa yang sudah menjadi stigma kita pada orang itu tidak mungkin bisa dengan mudah kita ubah kalau kita menggunakan logika kita.
Terkadang kita lupa penyeimbang logika kita. Kita punya imajinasi, kita bisa menggunakan imajinasi kita untuk mengeksplor dunia yang tidak bisa terjangkau dengan tangan kita. Kita dapat merubah apapun yang kita mau dalam pikiran kita dengan imajinasi, A tidak selalu = A, A bisa menjadi = a atau Awan = Hujan.

Tetapi hal tersebut bertentangan dengan logika, kita bisa menganggap orang tersebut baik dalam pikiran kita, tetapi bagaimana bisa kita memandang (dengan mata kita) orang yang sangat menyebalkan menjadi sangat baik?

Maka gunakan istrument yang satu ini,
Hati kita...
Hati cenderung peka dengan hal-hal kecil.
Cobalah untuk memikirkan kebaikan-kebaikan kecil yang tersirat dan tersurat dalam orang yang sangat kamu benci. Gunakan logikamu untuk melihat kembali mengapa bisa ada stigma-stigma yang terlabel pada orang itu, gunakan imajinasimu untuk mengenang saat-saat kamu baru mengenal orang itu. saat kamu tertawa bersama orang itu, saat kalian saling bercerita, saat orang itu menegurmu, saat orang itu sangat membuatmu merasa terganggu, gunakan logika dan perasaanmu saat mengenang masa-masa itu. Saat kamu sudah menganalisa orang itu, tariklah benang merahnya.

Apa kesimpulanmu?
Jika belum membuahkan sebuah pengampunan, ada baiknya kamu mengadakan riset ulang dengan observasi nyata :o)
Friday, October 8, 2010 0 comments

not one and the same

I don't know how and why
really, I don't know
why do I always think about you
how could I in love with you

what's wrong little feeling?
you're grow up as wild flowers
you're blooming everywhere in my heart
but I never smell your fragrant
your beauty is a nonsense!
I need your fragrant!
I won't feel satisfy

I don't need much beauty
I only need blossom fragrant
i beg you..
stop blooming in my garden, please...
stop drag me into your beauty
you are just little flowers

my bouquet,
maybe you are flowers
you are one
but you are not the same
you are my lavender
and you are my rose

and i only little girl
who just learned what love is

I was so naive,
I can't take my eyes of you
you are my calmness and wildness
show me you're best
let me sense you
in side and out side
Sunday, October 3, 2010 0 comments

Broken Heart Untuk Kesekian Kalinya

Hidup adalah anugerah, karunia yang indah. Kalian dan gw yang masih bisa menerima hidup ini udah sepantasnya bersyukur sama Tuhan.

Tetapi hidup itu berat, ia di penuh ratapan dan tangisan, penuh kebencian dan rasa sakit. Seperti yang gw hadapi sekarang ini.

Gw bener-bener merasa sendirian di antara sekian banyak orang di sekeliling gw. Bahkan saat gw berbicara dengan mereka, gw tetap merasakan kesendirian itu.
Belum ada yang bisa bantuin gw keluar dari masalah ini da gw harus nyoba untuk keluar sendiri.
Hal yang gw dapet dari diskusi di youth kemaren dan monolog dengan diri gw adalah gw harus banyak bersabar, mengendalikan diri, diam dan tenang. Kalau gw perlu untuk meluapkan kesedihan gw, gw bisa menangis.

Ya! Sungguh ide yang sangat berilian, berdiam diri dan menangis.
Jangan kira menangis itu pertanda kalau gw adalah cewe yang cengeng.
NO! That's not a deal!
Bagi gw setiap tetesan air mata adalah larutan hal-hal negatif, kesedihan, kebencian dan kemuakan yang gw rasakan.
Gw lebih memilih untuk menangis dari pada harus marah-marah tidak karuan.

Itu hal pertama.

Hal ke dua,
gw merasa kekurangan dukungan, motivasi dari orang-orang disekitar gw. Mungkin orang-orang melihat gw begitu kuat, gw bisa menyendiri, gw bisa merasakan kebahagiaan walaupun gw sedang sendirian dan tertekan, gw bisa mencari kebahagiaan dimanapun. Tetapi itu bukan berarti gw ga butuh orang lain untuk membangun diri gw.
Bukankah lebih mudah membangun sebuah kota bersama-sama dari pada sendirian?
Dulu gw punya banyak temen yang bisa mengerti keadaan gw, mereka udah kenal gw sangat dekat. Tetapi sekarang kedekatan kita di batasi ruang dan waktu, dan walaupun gw bertemu mereka, gw ga bisa dan ga mungkin menceritakan semua kemuakan gw, gw juga mengerti mereka, mereka juga sedang kesulitan, lelah dan mereka juga punya persoalan. Sungguh, hidup terasa semakin berat saat kita semakin tua (bukan dewasa) dan punya banyak tanggung jawab.

Sedikit cerita,
malam ini, tepatnya saat gw sedang melatih jari-jari gw untuk bermain piano di atas tuts keyboard gw. Bokap gw mulai komenin, suara keyboard gw sama kayak piano dan mulai memperimbangkan soal membeli piano. Gw jelasin, tekniknya beda, piano lebih berat N gw butuh untuk nyesuain ama piano di tempat les. Suasana mulai hening N gw kembali mainin teknik paduan chord yang menurut gw susah. Beberapa saat kemudian gw langsung menyela, lagu yang gw mainin udah bener-bener bosenin, karena udah 1 bulan gw masih mainin lagu yang sama, Earth Song-Michael Jackson. Gw pun mulai merasa panas, papa ga tau aja kalau gw juga sama bosennya, mungkin lebih jenuh.
Tapi mau gimana lagi, itu resiko kalau gw mengambil les piano pop tanpa mendapat dasar dari piano classic, gw harus rutin otodidak, belajar dasar-dasar piano. Gw ga tertarik sama sekali untuk belajar classic, mendingan gw langsung terjun ke pop, aliran lagu gw, jadi gw berusaha untuk gak merasa bosan. Dan gw buktikan gw bisa melawan rasa jenuh itu, karena lewat lagu itu gw belajar banyak hal sekaligus, 1 minggu pertama gw udah bisa mengkoordinasi jari-jari gw untuk bermain dengan chord bentuk pertama, bass kecil dan melodi, minggu ke-2 gw udah bisa pake bass besar dan belajar mengkoordinasi kaki gw pada pedal piano di tempat les. Minggu ke-3, gw udah mulai hafal lagunya, mahir pake bass besar dan udah lancar baca partitur dan mulai belajar pake variasi bentuk kunci pada tangan kanan gw sampe minggu ke-empat gw belajar pake variasi bentuk kunci di tangan kanan dan kiri. Gw sadar banget cara gw salah, gw pake satu lagu untuk menguasai berbagai teknik itu, sampe-sampe lagu sang raja Pop jadi terdengar membosankan, tetapi gw gak sepenuhnya salah, karena gw lebih nyaman pake cara seperti itu. Jadi kritikan papa tentang permainan yang membosankan tidak 100% gw permasalahkan tetapi jadi pertimbangan bagi gw utnuk belajar pake lagu baru.

Nyokap gw ikutan nimbrung, menceritakan pengalaman ia menyaksikan temannya bermain piano dengan lancar padahal ia belajar sendiri. Ya iya lah ma! Temen mama belajarnya bertahun-tahun, gw baru belajar 1 bulan, itu juga ga setiap hari bisa latihan, ketemu gurunya juga cuma 1 kali seminggu selama 1/2 jam.
Tapi hal yang bikin gw broken Heart malem ini saat nyokap gw terang-terangan bilang ade gw dan gw ga ada bakat dalam musik.

Sumpeh yang itu nusuk abis!

Apa arti pujian N kebanggaan yang dulu mama umbar ke orang-orang saat gw udah bisa main keyboard tunggal dengan lancar, selalu dapet nilai A dan A+ saat ujian dan gw berhasil ikut sebuah konser. Apa permainan piano pemula seperti gw harus bisa sebanding sama temen mama yang hebat itu? ENGGAK!
Dan gw mulai merasa ragu untuk mendapat sebuah piano untuk berlatih...
Gw tau itu bukan ucapan yang bertujuan menusuk gw, tapi itu membuat gw sangat berkecil hati. Padahal gw tau nyokap gw bener-bener ga tau apa-apa soal perjuangan gw latihan musik sebulan ini.

Pokoknya gw harus nunjukin gw bisa! dan gw bener-bener mau sebuah piano (baru malam ini gw bisa merasakan kembali rasanya kalau janji untuk kita diingkari).

Pathetic...
 
;