Listen


MusicPlaylistView Profile
Create a playlist at MixPod.com
Friday, October 19, 2012

Setia -Part 3-

Tiga minggu berlalu. Selama itu pula, sesuai dengan keinginanku, kamu pun berjanji tidak akan menemuiku sebelum aku memiliki jawaban yang pasti.

Kini, aku telah memiliki sebuah jawaban.

Aku pun menunggumu di taman. Duduk manis di sebuah ayunan kayu panjang. Mataku terus mengamati cincin emas yang melingkar di jari manisku. Jantungku terus berdebar kencang, gelisah menanti kehadiranmu.

Rasa gelisah pun semakin tidak karuan menghantuiku saat aku melihat mobil Yaris merah berhenti di ujung taman. Keluar dari mobil, kamu tampak tersenyum lebar. Kamu berjalan mendekat, dengan setelan polo shirt belang-belang dan celana jeans. Aku melihat tanganmu membawa setangkai mawar putih, kesukaanku.

"Selamat pagi tuan putri." Ucapmu sambil mengembangkan senyuman manis, lalu kamu memberiku setangkai mawar putih itu.

"Terima kasih," aku membalas tersenyum. Kuhirup aroma mawar putih itu, segar sekali, seperti baru dipetik dari taman. Kamu duduk di sampingku, matamu tak ada lepasnya mengamatiku. Membuatku jadi salah tingkah.

"Santai saja Lili. Ehm... Bagaimana kabarmu hari ini? Sehari aja gak ketemu kamu tuh rasanya... Berat. Tiga minggu tanpa kamu tuh, rasanya sepi."

"Iya... Aku juga kesepian gak ada kamu, gak ada yang gangguin aku lagi. Seneng rasanya bisa lihat kamu lagi sekarang." Aku tertawa lepas, senang rasanya bisa melihatmu lagi

Kamu mengusap kepalaku lalu mengecup keningku. Kamu menatap dalam-dalam mataku, aku bisa melihat ke dalam matamu, kamu sedang menunggu sebuah jawaban. Aku mengamati cincin yang melingkar di jari manisku. Aku memejamkan mata dan menarik napas dalam-dalam.

"Maaf... Verdy, aku..."

Ketegangan menyusup di antara kita, kamu tampak kaku menunggu jawabanku.


"Verdy... Aku... Aku sayang kamu. Aku gak mungkin nolak cinta kamu, aku terima lamaran kamu."

Ketegangan pun mencair di antara kita. Wajahmu tampak berseri-seri, kamu tertawa lepas sekali, lalu kamu memelukku erat sekali. Aku juga sangat bahagia, aku merasakan air mataku mulai mengalir deras membasahi bajumu.

*****

Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku mengenakan gaun putih yang sangat cantik dan kamu, menggunakan tuxedo hitam, kemeja putih, dan dasi kupu-kupu, kamu tampak tampak sekali hari itu.
Sore itu kita tidak sedang pergi ke konser Jazz. Kita sedang berdiri di depan altar dan mengikat janji suci.

"Apakah Anda bersedia hidup dalam kasih yang Yesus Kristus beri bagi Anda dan saudara Verdy?"

"Ya, saya bersedia."

Aku bersedia mengikat diriku pada setiap janji suci, sebagaimana yang telah aku dan Verdy janjikan, bahwa kami selalu menjaga kesucian diri kami untuk pernikahan yang suci ini.

Sekarang pada jari manis kita telah terlingkar sebuah cincin emas. Namaku pada cincinmu dan namamu pada cincinku. Aku tidak melihat kemewahan pada cincin itu, namun makna di balik cincin ini, seperti yang kamu katakan padaku pada janji setia kita,

"Cincin ini adalah lambang lingkar kesetiaan kita. Yang tak berujung dan tak berbatas."
Aku tidak akan melupakan janji setia itu.
 

"Tuhan telah mempersatukan Anda sekalian, sebagai pengesahan, saudara Verdy, silahkan, Anda boleh mencium pasangan Anda."

Kita tertawa kecil, merasa lucu dan malu.

Perlahan-lahan kamu membuka cadarku, tangan kananmu dengan lembut membelai pipiku. Mata kita saling bertemu, kamu memelukku dengan erat namun lembut, wajahmu menunduk mendekati wajahku. Untuk pertama kalinya, aku bisa merasakan betapa lembutnya sentuhan bibirmu pada bibirku.

"Lili... Our first kiss." Kamu berbisik padaku. Aku tersipu. Ternyata, seperti ini rasanya.

****

"Berharap kamu ada di sana.

Inilah yang aku lakukan setiap kali hujan tiba. Aku datang ke taman bermain, tempat di mana kamu menungguku."

Dua tahun sudah setelah pernikahan kita. Aku senang bisa melewati suka dan duka bersama dirimu. Aku bahagia.

Tetapi, mengapa kamu pergi terlalu cepat?

Mereka bilang, kamu pergi ke sebuah tempat yang indah, di mana tidak ada lagi air mata dan kesedihan. Aku percaya itu.

Namun, salahkah aku, jika aku berharap kamu menungguku di taman itu. Lagi?

Hujan selalu mengantarku pada ingatan masa lalu yang sangat indah.

Aku tahu, itu hanya imajinasiku.


"Aku yakin, Tuhan punya rencana yang terbaik. Bagiku dan bagimu, Ver."

Cincin yang terukir namamu sudah tidak melingkar di jariku, cincin itu sekarang berada dalam genggamanku. Ku kubur cincin itu ke dalam tanah berlumpur lalu kutinggalkan. Berharap dengan demikian, perlahan-lahan aku bisa merelakanmu.

Namun namamu Verdy, masih terukir dan melingkar di loh hatiku.
Kamu tidak akan tergantikan.

0 comments:

Post a Comment

 
;