"You never give my cup of coffee to fill full your emptiness"(Sally, The Porcelain Cup : 2010)
Sepenggal monolog di atas dapat menggambarkan situasi yang dialami oleh kita, pagi-siang hari ini.
Seharusnya pagi ini kita bisa pulang pukul 09.15 untuk meneruskan istirahat kita setelah kemarin malam kita telah mementaskan drama The Porcelain Cup dalam English Evening. Jujur aja, semalam gw ga bisa tidur nyenyak, badan gw pegel-pegel dan kepala gw berat karena udah sekitar 1 bulan gw dan temen-temen latihan ekstra untuk persiapan pentas English Evening tanggal 21 Oktober 2010 lalu. Tetapi gw sangat bersyukur, gw puas dan gw rasa usaha gw udah terbayar karena performance kita berhasil. Hujan gak turun saat kita performance, kita (para pemain) bisa menikmati peran kita dalam pentas ini, kesalahan dialog sempat terjadi di satu scene, tetapi untung saja itu semua bisa di atasi. Intinya kemarin kita berhasil bermain dengan baik, semua penonton kelihatan terhibur, kecuali satu.
Ya... Pagi-siang ini kita bertemu dengan beliau, orang yang tidak terhibur.
"Saya keras kepada kalian", pembukaan yang mantap dari beliau.
Beliau menghargai usaha kita, tetapi beliau tidak bisa menghargai performance kita, beliau sangat kecewa dengan kita. Pertama, beliau merasa tidak di undang karena beliau tidak mendapat tiket (yang menurut beliau sebagai undangan resmi), kita yang masih amatir menggunakan tiket sebagai pembatas kapasitas penonton(siswa dan orang luar) sementara beliau, guru-guru, karyawan dan orang-orang yayasan tidak kita beri tiket karena mereka bisa bebas masuk tanpa tiket. Karena perbedaan pandangan ini terjadi satu kesalah pahaman. Kedua, terjadi kesalah pahaman antara kepala sekolah dengan penerima tamu, hanya karena sebuah joke kecil, penerima tamu itu berkata no tiket no enter-enter kepada kepala sekolah, sedangkan itu maksudnya hanya bercanda, padahal kepala sekolah bisa saja masuk tanpa tiket, tetapi karena kepala sekolah kita mengikuti aturan main yang ada, beliau merasa tanpa tiket beliau tidak boleh masuk untuk menikmati pertunjukan, padahal beliau diberi spesialisasi untuk mendatangi acara ini tanpa tiket.
Kedua masalah itu yang menjadi pemicu amarah beliau pada kita, karena management kita sangat buruk. Amarah beliau semakin merembet saat mengingatkan penutupan acara yang tidak sempurna, karena beberapa nama tanpa disengaja tidak disebutkan, beliau menganggap kita sebagai anak yang tidak tahu terimakasih. Bukan hanya itu, beliau juga tidak bisa menikmati acara ini karena beliau tidak bisa mengeti jalan cerita pertunjukan kita, entah karena suara pemain yang kurang terdengar hingga kursi beliau di belakang aula atau karena pronounce-cation yang kurang jelas, tetapi menurut gw jalan cerita drama ini sudah jelas. Semakin kebelakang amarah beliau semakin merembet kemana-mana.
Karena keteledoran dan persiapan yang kurang matang ini beliau tidak mengizinkan adanya English Evening Language Class untuk tahun depan. Jujur saja, sebenernya gw kecewa banget, bisa dibilang itu impian kelas bahasa angkatan kita, kita tahu tujuan kita mengadakan acara ini, kita ingin mengangkat prestige anak-anak bahasa yang selama ini dipandang sebelah mata oleh orang-orang diluar sana, kita tidak bermaksud untuk menunjukan aroganisme kita (walaupun tanpa disadari ataupun disadari sifat arogan itu ada dalam proses ini), kita hanya mencoba kesempatan yang telah di beri beliau, tetapi ternyata akhirnya beliau malah sangat kecewa dan tidak akan menyetujui segala bentuk English Evening kelas bahasa untuk tahun depan.
Gw inget banget saat kakak-kakak kelas kita mencoba menjelaskan bahwa performance ini adalah nilai jual kita untuk menarik minat banyak orang untuk memilih kelas bahasa, terutama minat para orang tua murid yang suka memandang rendah kelas bahasa, tetapi beliau dengan tegas menyatakan hal yang intinya, "kalau kamu tidak mau di pandang seperti itu, kamu harus bisa tunjukan kamu memang pantas dan bisa hebat sebagai anak bahasa". Beliau mengakui kita anak-anak bahasa adalah anak-anak yang hebat, yang santai, tetapi beliau tidak setuju dengan cara kita mengangkat prestige kita, "kalau kita ingin prestige kita terangkat, kita harus bisa bersaing dengan anak-anak lain." Karena itu beliau ingin ada performance English Evening yang sesungguhnya yang akan dirintis mulai tahun depan yang melibatkan semua anak. Gw kecewa, karena performance itu sepertinya baru akan di jalankan saat kita sudah lulus, tetapi gw merasa tidaklah menjadi masalah karena secara langsung acara kita telah menginspirasi beliau untuk mengadakan acara yang besar.
Sebenarnya gw setuju dalam hal ini dengan beliau, tetapi ada teman-teman yang terlanjur kalut, memandang buruk semua perkataan beliau, ada yang sudah pesimis tidak bisa tampil dengan baik karena takut kalah bersaing dengan anak-anak lain. Mungkin ini karena cara beliau mendorong kita yang terlihat sangat menekan kita, beliau sendiri sudah mengatakan, "terserah kalian memandang perkataan saya sebagai penekan yang mengubur kalian, tetapi saya tidak bermaksud seperti itu, saya mencoba mendorong kalian." Jadi untuk apa kita takut dan pesimis? Jika kita mau, kita punya seribu cara untuk mengangkat prestige kita, cara yang hanya anak kelas bahasa yang bisa :)
Beliau juga mengingatkan kita untuk tidak mengurusi pemikiran orang-orang diluar sana tentang kelas bahasa yang A yang B, tentang pemikiran orang tua murid yang selalu menekan anak-anak mereka yang mau masuk kelas bahasa, biar itu menjadi urusan mereka, "jangan menggeneralisir pemikiran orang-orang tentang kamu", ucap beliau, meyakinkan kita agar tidak perlu repot-repot membuang waktu, tenaga dan uang kita untuk hal yang menurut beliau seharusnya tidak perlu. Sebenarnya beliau tidak akan setengah-setengah mengadakan sebuah pertunjukan, beliau akan mengadakan audisi besar-besaran, memberi tenaga-tenaga ahli dan auditorium, tempat yang pantas untuk mengadakan pertunjukan-pertunjukan besar yang bisa di tonton semua orang, yang pasti pertunjukan yang beliau setujui. Tetapi gw kurang setuju, memang auditorium itu adalah milik beliau, hanya hal-hal tertentu yang boleh menggunakan auditorium ini. Tetapi secara tidak langsung beliau menekan kereativitas kita, apa yang tidak disetujui beliau tidak boleh dilanggar.
Jujur setelah mendapat berbagai omelan, makian, pekikan, kata-kata yang menyayat hati, gw bingung apa yang gw rasain terhadap beliau, kadang gw setuju saat beliau berkata ini-itu yang meyakinkan gw dalam banyak hal, tetapi gw mulai ga setuju saat ego gw sebagai remaja muncul. Ego yang menurut gw sulit untuk dihilangkan di antara kita adalah keinginan kita untuk membuat performance dengan tangan kita sendiri.
Mengapa gw sebut ini ego? Bukankah selama ini, itu adalah impian dan tujuan kita?
Karena, impian dan tujuan itu adalah ego, nafsu untuk mencapai kepuasan batin yang selama ini kita cari, EKSISTENSI.
Jadi tidak heran, kalau keinginan-keinginan mengenai performance yang ingin kita kembangkan sendiri dan yang ingin beliau kembangkan akan terus mengalami benturan, karena keduanya adalah ego yang kuat, ego antara pemimpin besar dan anak-anak muda yang gila dan haus kebebasan, yang penuh kreativitas.
Gw hanya bisa menyimpulkan, beliau ingin kita semua (as a student of school, NOT a section of school) bisa eksis, bisa hebat KARENA kita bisa dan mampu bersaing dengan teman-teman lain di luar bahasa.
Ibarat permainan dalam game Nancy Drew, gw bisa merasa gentle, merasa lebih pintar, merasa berkemenangan dah hebat saat gw berhasil memasuki sebuah ruang rahasia dengan memecahkan berbagai kode numerik, puzzle dan warna dari pada hanya memutar gagang pintu lalu masuk ke dalam ruangan.
Kesimpulan gw yang kedua, beliau akan berani boros demi pertunjukan yang megah, yang penuh persiapan. Kita tinggal berani unjuk bakat lewat audisi dan kalau keterima kita tinggal ikut latihan dan lain-lain. Kita tidak perlu ribet-ribet mengurus ini-itu sendiri, karena gw sadar kita benar-benar masih amatir, kita baru belajar, untuk membuat sebuah pertunjukan yang BESAR yang kita inginkan dan telah kita angan-angani, kita ingin tampil di Gedung Sakral Auditorium, sedangkan untuk pertunjukan semacam itu perlu waktu dan persiapan yang benar-benar matang, jika kita tidak ditangani tenaga ahli, bisa jadi kita hanya membuang waktu, tenaga dan dana. Bagi gw, memang sebaiknya kita yang muda mengalah saja, menarik ego kita, jika sekolah tidak mau menerima saluran ide kita,toh dunia diluar sana masih bisa menerima kita, lihat saja Mav-net, Lensa Kreatif Film, dan perfilman indie lain yang berhasil menunjukan kreativitas mereka diluar sana (tetapi jangan salah mereka masih butuh campur tangan kepala Production House mereka). Lagi pula, tidak buruk dan tidak rugi juga jika kita mengikuti permainan yang beliau tawarkan, mumpung semuanya aman,
Kesimpulan yang ketiga,
Untuk tampil eksis, berbeda dan untuk mengangkat prestige kelas bahasa,
masih banyak jalan lain yang bisa kita lalui selain performance yang terlarang ini.
Jangan cuma karena larangan, makian, omelan beliau yang cenderung membuat kita terkubur dari pada terdorong ini membuat kita jadi pesimis, emosi, patah semangat dan benci sama beliau. Sebenarnya salah juga kita sempat mengolok-olok beliau apalagi membenci beliau karena sifat dan cara ia menyampaikan sesuatu dengan kata-kata yang menusuk. Karena itu karakter beliau, karakter yang sudah membatu karang dalam diri beliau, jadi dari pada menambah dosa mengolok-olok dan membenci
"Pokoknya, terus berkarya yang berusaha, gak peduli apa kata orang. Pokoknya slow-woles!"(Q.Agung, doc.Agung di Balik Layar : 2010)
0 comments:
Post a Comment