Listen


MusicPlaylistView Profile
Create a playlist at MixPod.com
Wednesday, March 16, 2011

Menunggu dan Harapan

Ini adalah sebuah kisah klasik remaja labil, panggil saja ia Menunggu.
Menunggu jatuh cinta pada seorang lawan jenis bernama Harapan.

Menunggu jatuh cinta pada pandangan pertama pada Harapan, saat itu Menunggu sedang makan di kantin sendirian, perasaan kesal dan lelah sedang menyelimuti hatinya, tiba-tiba datang sosok Harapan yang mengajaknya berkenalan. Senyum Harapan membawa damai, kehangatan, kelembutan dan kasih yang begitu mendalam bagi Menunggu; perasaan kesal dan lelah itu langsung tercabik-cabik, berganti dengan perasaan.... Suka.
"Ya, aku suka padanya", bisik Menunggu.

Setiap hari di sekolah mereka saling bertegur sapa dan tersenyum. Tanpa sepengetahuan Harapan, ternyata setiap hari pula perasaan suka Menunggu bertambah.
"Aku tak tahu apakah ini yang dinamakan suka ataukah ini jatuh cinta? Ah, ku rasa keduanya sama saja", gumam Menunggu pada dirinya.

"Tapi, sampai kapan perasaan ini akan bertahan? Sampai kapan kusimpan semua ini?", Menunggu bertanya-tanya pada dirinya.

"Ah, kutunggu saja, siapa tau ia juga suka padaku dan menyatakan cintanya duluan padaku".



Pada suatu siang, Menunggu sedang duduk sendirian di halte bus.
Ternyata di seberang halte itu ada halte lain dan Harapan sedang duduk di sana! :D
Ia duduk di antara orang-orang.
Dalam hati Menunggu bergejolak rasa ingin tahu, apa yang sedang Harapan lakukan di sana.

Menunggu ingin berteriak dan bertanya, kemana Harapan akan pergi, tetapi.... Ia malu, karena ada banyak orang di sana. Menunggupun menunggu hingga kerumunan orang itu berkurang. Bus kota berhenti di Halte menunggu, tetapi ia tidak menaiki bus itu, ia menunggu sampai ia tahu kemana Harapan akan pergi.

Satu jam berlalu.

Rombongan orang di halte seberang sudah berkurang, tetapi Harapan masih duduk di seberang jalan, kali ini ia menatap ke arah Menunggu dan tersenyum, hati menunggu semakin tidak karuan, ingin sekali berteriak, "aku suka senyummu Harapan! Kemanakah kau akan pergi?", tetapi ia hanya berteriak dalam hati saja, ia malu menyatakan perasaannya di hadapan beberapa orang asing itu. Ia masih menunggu hingga kerumunan orang itu pergi. Bus berhenti di depan halte Harapan, hati menunggu semakin tidak karuan, ia berharap semoga Harapan belum menaiki bus itu.
Ternyata harapannya terkabul, Harapan masih duduk di halte itu, menatap Menunggu dengan senyuman khasnya.

Dua jam berlalu

Sudah tidak ada rombongan di halte seberang, yang tinggal satu-satunya hanya Harapan. Dalam alam bawah sadarnya, Menunggu mengumpulkan segenap keberaniannya, ia berdiri dari tempat duduknya dan berteriak,
"HARAPAN!"

"YA MENUNGGU?"

"Gue mau bilang... Gue........", bus kota dengan kecepatan tinggi lewat dan menelan teriakan Menunggu.

"....Lo", hanya sepenggal kata itu yang terdengar di telingan Harapan.

"Apa? Maaf, gue gak denger lo ngomong apa tadi"

Keberanian Menunggu surut, ia memutuskan untuk menyimpan rasa ingin tahu itu dulu.
Ia kembali duduk di kursi panjang halte, sementara Harapan juga duduk di halte seberang, senyumnya menyusut, wajahnya penuh dengan keingin tahuan.

Setelah 15 menit duduk dalam kecanggungan, sebuah bus berhenti di halte Menunggu, kemudian ia menaiki bus itu, tidak tahu kemana ia akan pergi. Dari kaca jendela, ia melihat Harapan masih duduk di Halte, walaupun dari balik kaca, Menunggu bisa merasakan tatapan mata Harapan masih tertuju padanya. Menunggu masih memperhatikan Harapan hingga Harapan menaiki bus. Stampel bus itu tidak jelas, Menunggu tidak tahu kemana bus itu akan pergi. Hingga saat ini pertanyaannya masih belum terjawab.


Sore pukul 18.00, Menunggu duduk di taman sambil menikmati es krim sendirian. Di sekelilingnya bunga-bunga liar bermerakan indah, suara tawa anak-anak yang sedang bermain memenuhi taman. Langit senja terlihat indah, paduan orange, krem, pink, nila, hijau tosca berpadu menjadi satu, gumpalan awan membentuk bentuk-bentuk lucu seperti hati.
"Vanilla Twilight", gumam Menunggu sambil mendengarkan lagu Vanilla Twilight di ear-phone-nya. Menunggu memejamkan mata sambil membayangkan sosok Harapan duduk di sebelahnya dan tersenyum.

Di tengah perasaan galau, tiba-tiba ada orang yang menepuk pundaknya, membuyarkan halusinasinya, memecah belah rasa kebahagiaan semu yang sedang ia ciptakan.

"Sendirian aja?"

Perasaan kesal Menunggu lenyap seketika melihat sosok yang ia kenal.

"Harapan?"

"Ya"

..........

Ada jeda dan kecanggungan yang cukup panjang di antara mereka. Menunggu tidak dapat menunggu lagi kali ini.

"Tadi lo pergi kemana? Sendirian aja di halte?", tanya Menunggu.

"Gue gak tau mau pergi ke mana"

"Lho?"

"Sekarang gantian gue yang nanya, tadi lo ngapain di halte? Sendirian aja?"

"Ia, sendirian aja. Gue juga gak tau ngapain tadi"

.........
Lagi-lagi ada jeda.

"Ehm. Sebenernya, gw....", Menunggu dan Harapan mengatakan kalimat yang sama bersamaan. Mereka saling bertatapan dekat, jantung mereka bertalu-talu.

"Okay, gue ngaku duluan kalau gitu. Sebenernya dari tadi gue berharap bisa memanggil lo, gue mau menanyakan sesuatu, tetapi gue menunggu orang-orang itu sampai orang-orang itu pergi"

"Ya, gue juga, gue menunggu sampai orang-orang itu pergi karena ada hal yang mau gue tanyain dan gue bener-bener berharap lo belum pergi sebelum gue bisa menanyakan hal ini sama lo"

Hening.

"Kalau boleh tahu, apa yang mau lo tanyain?"

"Gue mau nanya, kemana lo akan pergi. Kalau lo?"

"Gue juga mau nanya, kemana lo akan pergi".

"Emangnya kenapa?", lagi-lagi mereka berdua menanyakan hal yang sama.

Menunggu dan Harapan saling tersenyum dan menjawab...

"Karena, kemanapun lo pergi, gue akan mengikuti lo" :)


P.S : Terserah pada kalian memilih menjadi siapa dalam cerita ini dan terserah pada kalian juga, siapakah yang harus memulai percakapan tentang pengakuan tersebut, apakah Menunggu ataukah Harapan ataukah KALIAN. :)

0 comments:

Post a Comment

 
;